GEOKIMIA BATUAN INDUK
PRA-TERSIER CEKUNGAN AKIMEUGAH, PAPUA
Cekungan Akimeugah terletak di utara basement high (Merauke Ridge) Papua
bagian selatan yang memisahkannya dari Cekungan Arafura ke selatan. Cekungan
ini Dilihat
dari asosiasinya dengan cekungan disekitarnya, cekungan akimeugah berasosiasi
dengan cekungan – cekungan yang telah berproduksi hidrokatbondiantaranya
Cekungan Papua dan cekungan – cekungan Australia. Dari penelusuran berbagai
jurnal dan atikel, literature geokimia akan memberikan gambaran terkait batuan
induk aktif yang ada di daerah tersebut.
Peta indeks
Cekungan Akimeugah dan Sahul berdasarkan Peta Cekungan Sedimen Indonesia (Badan
Geologi, 2009).
Cekungan
Akimeugah bermula sebagai cekungan passive margin, yakni cekungan yang
terbentuk oleh rifting di tepi utara benua Australia pada saat tepian
ini, mengalami peretakan akibat sebagian massa dibagian utaranya mau lepas dan
bergerak dari Australia. Dalam retakan ini terbentuk horst dan graben
yang di dalam grabennya diendapkan sedimen synrifting Paleozoikum dan
Mesozoikum. Kemudian, saat bagian ini lepas dan menjauh dari Australia (drifting)
diendapkanlah sedimen syn drifting yang umumnya berupa shale atau
batugamping, kejadian ini terjadi sampai Paleogen.
Peta tektonik dan penampang cekungan foreland
Pada umur Neogen, Akimeugah berbenturan dengan Central
Range of Papua (Punggung Papua). Sejak itulah Akimeugah bertipe foreland
basin. Passive margin Paleozoikum-Neogen ditekuk masuk ke bawah jalur Banda
dan Central Range. Kemudian di bagian depan tekukan itu (foredeep) diendapkan
sedimen bersifat molassic yang merupakan erosional products dari
tinggian di dekatnya.Penekukan dan penguburan oleh sedimen molase bagian foredeep
passive margin Akimeugah telah mematangkan batuan induk Paleozoik,
Mesozoik, atau Paleogen di dalam graben kemudian migrasi hidrokarbonnya akan
bergerak membalik dari foredeep ke forebulge-nya (bagian ke arah
updip dari passive margin yang tak ikut tertekuk seperti foredeep) secara
lateral, atau bergerak vertikal menuju zone deformasi imbrikasi di wilayah
benturan. Kontrol utama cekungan Akimeugah adalah rifting dan drifting pada
Paleozoikum Mesozoikum-Paleogen, dan collision pada Neogen (Awang
Satyana, pada Agus sabarnas 2011)
Streatgrafi Cekungan Akimeugah
Cekungan Akimeugah
terdiri dari endapan pre – kambrian – tersier. Batuan dasar terdiri dari Batuan
Gabro berumur pra-kambrian dan Batuan Metamorf. Diikuti oleh pengendapan
formasi Dolomit Modio berumur Permian dan Formasi Aiduna yang diendapkan secara
tidak selaras. Kemudian secara selaras diendapkan diatasnya formasi-formasi
klastik Mesozoikum (Formasi Tipuma, Kopai, Woniwogi, Piniya dan Ekmai), serta
beberapa perlapisan karbonat secara lokal. Diatas Formasi Ekmai, ditindih oleh
klastik dan batugamping berumur Paleosen – Miosen (Waripi, Lower Yawee, Anggota
Adi, dan Upper Yawee) secara tidak selaras. Pengendapan terakhir adalah
batulempung marin berumur Miosen akhir hingga Plio-Pleistosen dan karbonat
lokal yang terendapkan tidak selaras, yaitu Formasi Buru.
METODE GEOKIMIA
Pendekatan geokimia merupakan
proses identifikasi batuan induk aktif
diawali dengan mengevaluasi kuantitas material organic menggunakan parameter
Petter and Cassa, 1994. Penentuan kualitas material organic menggunakan diagram
modifikasi Van Krevelen dalam Hunt, 1996. Dan Penentuan tingkat kematangan
menggunakan parameter Petter and Cassa, 1994. Metode yang digunakan terdiri
analisis kandungan TOC,Rock-Eval Pyrolisis, dan pantulan vitrinit (RO).
Identifikasi Batuan Induk
Proses identifikasi interval batuan induk pada cekungan
akimeugah dilakukan pada beberapa sumur. Dimana evaluasi batuan induk berfokus
pada Formasi Woni – Wogi dan Formasi Aiduna
Kuantitas Material Organik
Identifikasi batuan induk diawali dengan melakukan analisis
kuantitas batuan induk dan kemampuan menggenerasikan hidrokatbon. Kuantitas
batuan induk dinilai dengan melihat nilai total organic content (TOC)
yang dinyatakan dalam satuan presentase berat dari batuan kering. Analisis
kuantitas batuan induk dilakukan dengan cara membuat kurva TOC terhadap
kedalaman pada interval masing – masing formasi, sebagai berikut :
a) Formasi Woni – Wogi
Formasi Woni-wogi
pada umur Cretaceous Awal dengan litologi batupasir, batuserpih, dan
batulanau yang tediri dari memiliki nilai kandungan material organik yaitu 0.34
wt% – 2.9 wt% berdasarkan klasifikasi kandungan material organik masuk kedalam
kategori Poor – V.Good (Peters dan Cassa, 1994). Dilihat dari kemampuan
menggenerasikan hidrokarbon dengan
parameter nilai S1 + S2 (Potential Yield) menunjukkan nilai 0.2 mgHC/g –
6.21 mgHC/g yang masuk dalamkategori Poor-Good (Peters dan Cassa, 1994).
Data ini menunjukkan bahwa formasi ini berpotensi untuk menjadi batuan induk.
Kandungan
TOC Formasi Woni –Wogi dan Kemampuan menggenerasikan
Hidrokarbon
b) Formasi Aiduna
Formasi Aiduna pada
umur Permian dengan litologi batuserpih memiliki nilai kandungan
material organik yaitu 0.39 wt% – 3.45 wt% berdasarkan klasifikasi kandungan
material organik masuk kedalam kategori Poor – V. Good (Peters dan
Cassa, 1994). Dilihat dari kemampuan menggenerasikan hidrokarbon menggunakan
parameter nilai S1 + S2 (Potential Yield) dengan nilai 0.33 mgHC/g –
10.47 mgHC/g masuk kedalam kategori Poor-V.good (Peters dan Cassa,
1994). Data ini menunjukkan bahwa formasi ini berpotensi untuk menjadi batuan
induk
Kualitas
Material Organik
Kualitas material organik mempengaruhi besar atau tidaknya
potensi batuan sedimen menjadi batuan induk, yang diwakili oleh tipe kerogen batuan
induk. Tipe kerogen dipengaruhi oleh material penyusun dan lingkungan
pengendapannya. Tipe kerogen juga menentukan produk akhir batuan induk aktif
yang berupa minyak, minyak/gas atau gas. Penentuan tipe kerogen pada penelitian
ini menggunakan plot diagram van Krevelen yang dimodifikasi. Modifikasi yang
dilakukan adalah mengganti plot rasio H/C terhadap O/C menjadi rasio indeks
hidrogen (HI) terhadap Tmaks. Hal ini dilakukan karena sedikitnya analisis yang
mendapatkan data H/C, O/C dan indeks
oksigen (OI). Analisis kualitas material organik menggunakan nilai Tmax Vs HI,
sebagai berikut :
a) Formasi Woni – wogi
Hasil plotting data
HI vs Tmax dari 49 sampel pada formasi ini menunjukkan bahwa tipe kerogen pada
formasi Woni - wogi miliki Tipe kerogen II – III (Modifikasi Van Kravelen
Diagram dalam Hunt 1996) yang didominasi oleh kerogen tipe III (Gas Prone).
Data Tmax menunjukkan bahwa formasi ini memiliki tingkat kematangan belum
matang – matang
Kualitas
Formasi Woni – Wogi
b)
Formasi Aiduna
Analisis tipe kerogen
berdasarkan data HI Vs Tmaks yang dilakukan pada 22 sample pada formasi Aiduna
menunjukkan formasi ini mrmiliki tipe kerogen II – III dimana cenderung akan
menghasilkan campuran minyak dan gas yang didominasi tipe III (gas). Selain itu
berdasarkan data Tmax, formasi ini telah memasuki jendela kematangan. Dengan
tingkat kematangan belum matang – matang.
Kualitas
Formasi Aiduna
Kematangan
Analisis kematangan
material organik akan menentukan interval kedalaman (jendela kematangan) batuan
induk aktif yang menghasilkan hidrokarbon. Analisis kematangan dilakukan dengan
melihat nilai reflektansi vitrinit (Ro). Analisis kematangan berdasarkan
reflektansi vitrinit (Ro) didasarkan pada nilai pantulan (Ro) yang berasal dari
kerogen, khususnya dari vitrinit. Analisis kematangan menggunakan Ro dilakukan
dengan menggabungkan keseluruhan sumur sehingga didapat trend dari nilai
kematangan secara regional (Gambar 6). Hasil analisis nilai Ro menunjukkan
bahwa jendela kematangan pada cekungan ini adalah kedalaman 7000 kaki dibawah
pemukaan laut. Hal ini membuktikan bahwa Formasi Woni – Wogi dan juga Formasi
Aiduna telah memasuki jendela kematangan. Ro dilakukan dengan menggabungkan
keseluruhan sumur sehingga didapat trend dari nilai kematangan secara regional
(Gambar 6). Hasil analisis nilai Ro menunjukkan bahwa jendela kematangan pada
cekungan ini adalah kedalaman 7000 kaki dibawah pemukaan laut. Hal ini
membuktikan bahwa Formasi Woni – Wogi dan juga Formasi Aiduna telah memasuki
jendela kematangan.
Kematangan
Regional
Sejarah
Pemendaman
Hasil pemodelan
sejarah pemendaman 1D pada sumur sebuah menunjukkan bahwa kematangan batuan
induk terjadi pada umur miosen pada kedalaman 1980 m atau 6500 kaki Hasil
endapan pada kala miosen ini lah yang memiliki peran dalam mematangkan batuan
induk pra-tersier. Dimana kecepatan sedimentasi berlangsung dengan sangat cepat
dikarenakan banyaknya pasokan sedimen hasil erosi dari tinggian yang terbentuk
akibat collusion paka kala neogen tersebut.
Sejarah
Pemendaman sebuah Sumur di cekungan Akimeugah
KESIMPULAN
Hasil identifikasi batuan induk pra-tersier pada Cekungan
Akimeugah menunjukkan bahwa interval batuan induk formasi Woni – Wogi dan
formasi Aiduna memiliki kandungan material organik yang buruk – baik. Selain
itu, kedua formasi ini memiliki tipe kerogen yang didominasi oleh kerogen type
III yang akan cenderung menghasillan gas dan telah memasuki jendela kematangan.
Hal ini menunjukkan bahwa formasi woni – wogi dan formasi Aiduna merupakan
batuan induk aktif pada cekungan Akimeugah. Pematangan formasi
ini terjadi pada kala miosesn tengah, dimana endapan sedimen yang banyak dan
cepat ini berasal dari collusion yang terjadi di kala tersebut yang berhasil
mematangkan batuan induk pratersier cekungan ini.
Referensi:
- Harahap, B.H. 2012. Tectonostratigraphy of the Southern Part of Papua and Arafura Sea, Eastern Indonesia, Indonesian Journal of Geology, Vol. 7
- Huang, W.Y. dan Meinschein, W.G. 1979. Sterol as Ecological Indicators: Petroleum Geochemistry. Bandung. PreConvention short course IAGI : Awang H. Satyana 2004.
- Peck, J.M. and Soulhol, B., 1986. Pre- Tertiary Tensional Periods and Their Effects on the Petroleum Potential of Eastern Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 15th Annual Convention, 341-369.
- Peters, K.E. dan Cassa, M.R. 1994. Applied Source Rock Geochemistry, dalam Magoon, L.B. and Dow, W.G., eds., The Petroleum System - From Source to Trap: AAPG Memoir, 60
- Satyana, A. 2015. Petroleum Geochemistry for Exploration and Production of Conventional and Unconventional Hydrocarbons. Short Course: IPA 2015
- Subarnas, Agus. 2011. Penyelidikan Pendahuluan Kandungan Gas Dalam Batuan Serpih DiDaerah Subroto, E. (2004): Pengenalan Geokimia Petroleum. Bandung :Penerbit ITB
- Waghete Dan Sekitarnya, Kabupaten Deiyai Provinsi Papua. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011
- Yudha Situmorang, et al, 2017, STUDI GEOKIMIA BATUAN INDUK AKTIF PRA-TERSIER CEKUNGAN AKIMEUGAH, LEPAS PANTAI PAPUA SELATAN, Padjajaran Geoscince Journal
- Waples, D. 1985. Geochemistry in Petroleum Exploration, International Human Resources Development Corporation, Boston.
- http://geomagz.geologi.esdm.go.id/cekungan-akimeugah-dan-sahul-harapan-baru-penemuan-migas/
- https://dzulfadlib.wordpress.com/tag/lapangan-minyak/
Do you realize there's a 12 word sentence you can speak to your crush... that will trigger intense feelings of love and impulsive attractiveness to you deep within his chest?
BalasHapusThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, idolize and protect you with all his heart...
=====> 12 Words Who Trigger A Man's Desire Response
This instinct is so built-in to a man's genetics that it will drive him to work harder than before to make your relationship as strong as it can be.
In fact, triggering this all-powerful instinct is absolutely important to having the best ever relationship with your man that as soon as you send your man a "Secret Signal"...
...You will soon notice him open his soul and mind for you in a way he's never experienced before and he will perceive you as the only woman in the world who has ever truly attracted him.
Power logger
BalasHapusDepo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q.ME
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217
Artikel yang bagus, ayo kunjungi NetData untuk mendapatkan Informasi networking menarik
BalasHapus