CEKUNGAN
FORMASI SEDIMEN
JAWA BARAT
- UTARA
A. ULASAN SINGKAT GEOLOGI REGIONAL
Cekungan Jawa Barat Utara telah
dikenal sebagai hydrocarbon province utama di wilayah Pertamina DOH JBB,
Cirebon. Cekungan ini terletak di antara Paparan Sunda di Utara, Jalur
Perlipatan – Bogor di Selatan, daerah Pengangkatan Karimun Jawa di Timur dan
Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh
sistem block faulting yang berarah Utara – Selatan. Patahan yang berarah
Utara - Selatan membagi cekungan menjadi graben atau beberapa sub-basin,
yaitu Jatibarang, Pasir Putih, Ciputat, Rangkas Bitung dan beberapa tinggian basement,
seperti Arjawinangun, Cilamaya, Pamanukan, Kandanghaur–Waled, Rengasdengklok
dan Tangerang. Berdasarkan stratigrafi dan pola strukturnya, serta letaknya
yang berada pada pola busur penunjaman dari waktu ke waktu, ternyata cekungan
Jawa Barat telah mengalami beberapa kali fase sedimentasi dan tektonik sejak
Eosen sampai dengan sekarang (Martodjojo, 2002).
Lokasi Cekungan Jawa Barat Laut
(Northwest Java Basin)
B. TEKTONOSTRATIGRAFI DAN STRUKTUR
GEOLOGI
Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari
dua area, yaitu laut (offshore) di Utara dan darat (onshore) di
Selatan (Darman dan Sidi, 2000). Seluruh area didominasi oleh patahan ekstensional
(extensional faulting) dengan sangat minim struktur kompresional.
Cekungan didominasi oleh rift yang berhubungan dengan patahan yang
membentuk beberapa struktur deposenter (half graben), antara lain
deposenter utamanya yaitu Sub-Cekungan Arjuna dan Sub-Cekungan Jatibarang, juga
deposenter yang lain seperti : Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasirputih.
Deposenter-deposenter itu didominasi oleh sikuen Tersier dengan ketebalan
melebihi 5500 m.
Tektonostratigrafi Cekungan Jawabarat utara
Struktur yang penting pada cekungan tersebut yaitu terdiri dari bermacam-macam area tinggian yang berhubungan dengan antiklin yang terpatahkan dan blok tinggian (horst block), lipatan pada bagian yang turun pada patahan utama, keystone folding dan mengena pada tinggian batuan dasar. Struktur kompresional hanya terjadi pada awal pembentukan rift pertama yang berarah relative barat laut-tenggara pada periode Paleogen. Sesar ini akan aktif kembali pada Oligosen. Tektonik Jawa Barat dibagi menjadi tiga fase tektonik yang dimulai dari Pra Tersier hingga Plio-Pliostosen.
Penampang cekungan Jawabarat Utara
Fase tektonik tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Tektonik Pertama
Pada zaman Akhir Kapur awal Tersier,
Jawa Barat Utara dapat dilkasifikasikan sebagai ‘Fore Arc Basin’ dengan
dijumpainya orientasi struktural mulai dari Cileutuh, Sub Cekungan Bogor,
Jatibarang, Cekungan Muriah dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan
kontrol ‘Meratus Trend’. Periode Paleogen (Eosen-Oligosen) di kenal sebagai Paleogen
Extensional Rifting. Pada periode ini terjadi sesar geser mendatar menganan
utama krataon Sunda akibat dari peristiwa tumbukan Lempeng Hindia dengan
Lempeng Eurasia. Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan
Tersier di Indonesia Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara
sebagai pull apart basin.
Tektonik ektensi ini membentuk
sesar-sesar bongkah (half gnraben system) da merupakan fase pertama rifting
(Rifting I : fill phase). Sedimen yang diendapkan pada rifting
I ini disebut sebagai sedimen synrift I. Cekungan awal rifting
terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari kraton Sunda. Dua
trend sesar normal yang diakibatkan oleh perkembangan rifting-I (early
fill) berarah N 60o W – N 40o W dan hampir N – S yang
dikenal sebagai Pola sesar Sunda. Pada masa ini terbentuk endapan lacustrin dan
volkanik dari Formasi Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang ada.
Proses sedimentasi ini terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi
Formasi Talangakar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya
lingkungan karbonat Formasi Baturaja.
2. Tektonik kedua
Fase tektonik kedua terjadi pada
permulaan Neogen (Oligo-Miosen) dan dikenal sebagai Neogen Compressional
Wrenching. Ditandai dengan pembentukan sesar-sesar geser akibat gaya
kompresif dari tumbukan Lempeng Hindia.Sebagian besar pergeseran sesar
merupakan reaktifasi dari sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen.
Jalur penunjaman baru terbentuk di
selatan Jawa. Jalur volkanik periode Miosen Awal yang sekarang ini terletak di
lepas pantai selatan Jawa. Deretan gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi
bawah laut yang sekarang dikenal sebagai “old andesite” yang tersebar di
sepanjang selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola Tektonik Jawa yang
merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya menjadi berarah barat-timur
dan menghasilkan suatu sistem sesar naik, dimulai dari selatan (Ciletuh)
bergerak ke utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem sesar naik belakang
busur atau yang dikenal “thrust foldbelt system”.
3. Tektonik Terakhir
Fase tektonik akhir yang terjadi
adalah pada Pliosen – Pleistosen, dimana terjadi proses kompresi kembali dan
membentuk perangkap-perangkap sruktur berupa sesar-sesar naik di jalur selatan
Cekungan Jawa Barat Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik
Pasirjadi dan sesar naik Subang, sedangkan di jalur utara Cekungan Jawa Barat
Utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun Pamanukan. Akibat adanya
perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses migrasi hidrokarbon.
(Sayatan melintang fisiografi cekungan dan busur gunungapi Jawa
Barat)
C. STRATIGRAFI REGIONAL
(Tabel Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara)
Stratigrafi umum Jawa Barat Utara
berturut-turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
1. Batuan
Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku
andesitik dan basaltik yang berumur Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan
metamorf yang berumur Pra Tersier (Sinclair, et.al, 1995). Lingkungan
Pengendapannya merupakan suatu permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk
(Koesoemadinata, 1980).
2. Formasi Jatibarang
Satuan ini merupakan endapan early
synrift, terutama dijumpai di bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa
Barat Utara. Pada bagian barat cekungan ini kenampakan Formasi Jatibarang tidak
banyak (sangat tipis) dijumpai. Formasi ini terdiri dari tufa, breksi,
aglomerat, dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan pada fasies fluvial.
Umur formasi ini adalah dari Kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Pada
beberapa tempat di Formasi ini ditemukan minyak dan gas pada rekahan-rekahan
tuff (Budiyani, dkk, 1991).
3. Formasi Talang Akar
Pada fase syn rift berikutnya
diendapkan Formasi Talang Akar secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang.
Pada awalnya berfasies fluvio-deltaic sampai faises marine. Litologi
formasi ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan serpih nonmarine
dan diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih, dan batupasir dalam
fasies marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai dengan
berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang
cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Adapun terendapkannya formasi
ini terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan Miosen Awal.
4. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras
di atas Formasi Talang Akar. Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari
batugamping, baik yang berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup
manandai fase post rift yangs secara regional menutupi seluruh sedimen
klastik Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan
batugamping terumbu umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang
diketahui sebagai daerah dalaman. Formasi ini terbentuk pada Kala Miosen
Awal–Miosen Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan
pembentukan formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih,
sinar matahari ada (terutama dari melimpahnya foraminifera Spriroclypens Sp).
5. Formasi Cibulakan Atas
Formasi ini terdiri dari perselingan
antara serpih dengan batupasir dan batugamping. Batugamping pada satuan ini
umumnya merupakan batugamping kklastik serta batugamping terumbu yang
berkembang secara setempat-setempat. Batugamping ini dikenali sebagai Mid
Main Carbonate (MMC). Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Awal-Miosen
Akhir. Formasi ini terbagi menjadi 3 Anggota, yaitu:
·
Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi
Baturaja. Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir
yang mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada massive ini dijumpai
kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera
bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Patmosukismo, 1975).
·
Main
Anggota Main terendapkan secara selaras diatas Anggota Massive.
Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang
mempunyai ukuran butir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal
pembentukannya berkembang batugamping dan juga blangket-blangket pasir,
dimana pada bagian ini Anggota Main terbagi lagi yang disebut dengan Mid Main
Carbonat (Budiyani dkk,1991).
·
Parigi
Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota Main.
Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan batulanau.
Anggota ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah-Miosen Akhir dan diendapkan pada
lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam (Arpandi & Patmosukismo, 1975),
dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal dan juga kandungan batupasir glaukonitan.
6. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras
di atas Formasi Cibulakan Atas.. Litologi penyusunnya sebagian besar adalah
batugamping klastik maupun batugamping terumbu. Pengendapan batugamping
ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara. Lingkungan pengendapan
formasi ini adalah laut dangkal–neritik tengah (Arpandi & Patmosukismo,
1975). Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan perubahan berangsur dari
batuan fasies campuran klastika karbonat Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan
karbonat Formasi Parigi. Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Akhir-Pliosen.
7. Formasi Cisubuh
Formasi ini terendapkan secara selaras
di atas Formasi Parigi. Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan
dengan batupasir dan serpih gampingan. Umur formasi ini adalah dari Kala Miosen
Akhir sampai Pliosen – Pleistosen. Formasi diendapkan pada lingkungan laut
dangkal yang semakin ke atas menjadi lingkungan litoral – paralik (Arpandi
& Patmosukismo, 1975).
D. SEDIMENTASI CEKUNGAN
Periode awal sedimentasi di Cekungan
Jawa Barat Utara dimulai pada kala Eosen Tengah – Oligosen Awal (fase
transgresi) yang menghasilkan sedimentasi vulkanik darat – laut dangkal dari
Formasi Jatibarang. Pada saat itu aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini
berhubungan dengan interaksi antar lempeng di sebelah selatan Pulau Jawa,
akibatnya daerah-daerah yang masih labil sering mengalami aktivitas tektonik.
Material-material vulkanik dari arah timur mulai diendapkan.
Periode selanjutnya merupakan fase
transgresi yang berlangsung pada kala Oligosen Akhir – Miosen Awal yang
menghasilkan sedimen trangresif transisi – deltaik hingga laut dangkal yang
setara dengan Formasi Talang Akar pada awal permulaan periode. Daerah cekungan
terdiri dari dua lingkungan yang berbeda yaitu bagian barat paralic sedangkan
bagian timur merupakan laut dangkal. Selanjutnya aktifitas vulkanik semakin
berkurang sehingga daerah-daerah menjadi agak stabil, tetapi anak cekungan
Ciputat masih aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang berlangsung
pada kala Miosen Awal mulai dari bagian barat laut terus ke arah tenggara
menggenangi beberapatinggian kecuali tinggian Tangerang. Dari tinggian-tinggian
ini sedimen-sedimen klastik yang dihasilkan setara dengan formasi Talang Akar.
Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan
relative stabil, dan daerah Pamanukan sebelah barat merupakan platform yang
dangkal, dimana karbonat berkembang baik sehingga membentuk setara dengan
formasi Baturaja, sedangkan bagian timur merupakan dasar yang lebih dalam. Pada
kala Miosen Tengah yang merupakan fase regresi, Cekungan Jawa Barat Utara
diendapkan sediment-sedimen laut dangkal dari formasi Cibulakan Atas. Sumber
sedimen yang utama dari formasi Cibulakan Atas diperkirakan berasal dari arah
utara – barat laut. Pada akhir Miosen Tengah kembali menjauhi kawasan yang
stabil, batugamping berkembang dengan baik. Perkembangan yang baik ini
dikarenakan aktivitas tektonik yang sangat lemah dan lingkungan berupa laut
dangkal. Kala Miosen Akhir – Pliosen (fase regresi) merupakan fase pembentukan
Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi daerah cekungan mengalami sedikit perubahan
dimana kondisi laut semakin berkurang masuk kedalam lingkungan paralik.
Pada Kala Pleistosen – Aluvium
ditandai untuk pengangkatan sumbu utama Jawa. Pengangkatan ini juga diikuti
oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan juga diikuti pembentukan struktur
utama Pulau Jawa. Pengangkatan sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara
tiba-tiba sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-butiran kasar diendapkan
secara tidak selaras diatas Formasi Cisubuh.
Referensi:
- Jopie, dkk, 2001. PSDM ENHANCES REEF INTERPRETATION IN JATILUHUR BLOCK, WEST JAVA, Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 32nd Annual Convention, Vol.1 p.31-43
- Amril, A., Sukowitono., Supriyanto., .1991. Jatibarang Sub Basin – a half Graben Model in the Onshoe of North West Java. IPA Proceedings, 20th Annual Convention, Jakarta. hal 279-307.
- Arpandi, D., Patmosukismo, S., .1975 The Cibulakan Formation as One of the Most Prospective Stratigraphic Units in the Northwest Java Basinal Area. IPA Proceeding. Vol 4th Annual Convention. Jakarta
- Budiyani,S., Priambodo, D.,Haksana, B.w.,Sugianto,P., .1991. Konsep Eksplorasi Untuk Formasi Parigi di Cekungan Jawa Barat Utara. Makalah IAGI. Vol 20th, Indonesia. hal 45-67.
- Darman, H. dan Sidi, F.H.,. 2000. An Outline of The Geology of Indonesia. IAGI. Vol 20th. Indonesia
- Gordon, T. L., .1985. Talang Akar coals Ardjuna subbasin oil source. Proceedings of the Fourteenth Annual Convention Indonesian Petroleum Association, v.2. hal. 91-120.
- Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region. USGS Professional Paper, 1078.
- Hunt, J.M., .1979. Petroleum Geochemistry and Geology. xxi+617 pp., 221 figs. Oxford: Freeman.
- Noble, Ron A.,. 1997. Petroleum System of Northwest Java Indonesia. Proceeding IPA. 26th Annual Convention. hal: 585 – 600.
- Reminton. C.H., Nasir. H.,. 1986. Potensi Hidrokarbon Pada Batuan Karbonat Miosen Jawa Barat Utara. PIT IAGI XV. Yogyakarta
- Sinclair, S., Gresko, M., Sunia, C.,. 1995. Basin Evolution of the Ardjuna Rift System and its Implications for Hydrocarbon Exploration, Offshore Northwest Java, Indonesia. IPA Proceedings, 24th .Annual Convention, Jakarta. hal 147-162.
- Purnomo Edy, dkk, 2001. PALEOGENE SEDIMENTATION OF THE JATIBARANG SUB-BASIN AND ITS IMPLICATION FOR THE DEEP PLAY PETROLEUM SYSTEM OF THE ONSHORE NORTHWEST JAVA, Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 37th Annual Convention, PG-02
- https://www.slideshare.net/RichardNetherwood/pet-geol-indonesia-55727765?from_action=save
- http://www.academia.edu/9599922/GEOLOGI_REGIONAL_CEKUNGAN_JAWA_BARAT_UTARA_LAPANGAN_DORIAN
- https://www.slideshare.net/MadhanAgista/draftinternship-phe-onwj-dcfinal-presentationrendhi-dan-madhan
Informasi yang sangat bagus :)
BalasHapusijin share 14 tools ini:
http://titihmarket.blogspot.com/2019/03/14-tools-untuk-bisnis-online-2019.html
Salam,
TM