Science and Techology on Campus

We can find Science and Techology material on Campus

Science and Techology on Enterprice

We can find Science and Techology material on Enterprice

Science and Techology on Kindergarten School

We can find Science and Techology material on Kindergarten School

Science and Techology on Elemntary School

We can find Science and Techology material on Elemntary School

Science and Techology on General Society

We can find Science and Techology materiel on General Society

Selasa, 16 April 2019

Cekungan Formasi Sedimen Ketungau dan Melawi, Kalimantan Barat


Cekungan Formasi Sedimen Ketungau dan Melawi, Kalimantan Barat

Cekungan Ketungau dan Melawi terletak di wilayah Kalimantan Barat, berbatasan dengan perbatasan Malaysia. Cekungan Melawi, di selatan dipisahkan dari Cekungan Ketungau oleh Tinggi Semitau. Secara tektonik, Cekungan Ketungau dan MeLawi dapat diklasifikasikan sebagai cekungan intramontana. Cekungan Ketungau dan Melawi dipisahkan satu sama lain oleh sabuk batu air dalam dan sabuk melange.

Pola geologi regional Kalimantan

Eksplorasi awal dan penilaian Ketungau dan Cekungan Melawi dilakukan pada 1980-an dan 1990-an oleh beberapa perusahaan minyak. Pekerjaan penilaian terbaru dilakukan oleh Tim Lemigas, dan menghasilkan Model Bermain Kayan untuk eksplorasi Cekungan Melawi.

Pada tahun 2009-2010, Badan Geologi melakukan kegiatan kerja lapangan di Cekungan Ketungau dan Melawi, yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data lapangan, sampel singkapan, dan data sedimentologis dan stratigrafi, seperti dilansir Santy et al. (2009), Gumilar et al. (2009), Heryanto et al. (2009), Santy et al. (2010), dan Gumilar et al. (2010). Pengamatan telah dilakukan di Formasi Ketungau, outcropping di Ketungau dan Sungai Sekalau, dan Silat Formation, outcropping di Sungai Silat dan anak-anak sungainya di Cekungan Melawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kemungkinan potensi batuan sumber minyak bumi untuk permainan hidrokarbon di Cekungan Ketungau dan Melawi. Beberapa sampel telah dipilih untuk analisis geokimia organik.

Regional Geological Setting
Aktivitas tektonik di wilayah ini dikendalikan oleh pergerakan Lempeng Eurasia ke arah tenggara selama Kapur - Tersier Awal. Kegiatan tektonik pra-tersier menciptakan peningkatan Kompleks Semitau dan Kompleks Boyan Melange yang memisahkan Ketungau dan Cekungan Melawi. Namun demikian, Halls dan Nichols (2002) menunjukkan bahwa Cekungan Ketungau dan Melawi bukan cekungan forland konvensional yang dibentuk oleh pemuatan lembaran dorong, ditunjukkan oleh tidak adanya penusukan berkulit tipis di daerah yang sangat terkikis.

Pola batas Cekungan Ketungau-Melawi mengikuti pola arah zona pemogokan NW-SE selama Eocene-Oligocene (± 30 Ma) di Sundaland Margin di Kalimantan. Rotasi 45o berlawanan arah jarum jam selama Oligosen Akhir ke Miosen Awal (± 20-10 Ma) menghasilkan konfigurasi cekungan seperti yang diamati hari ini. Kegiatan tektonik Neogene berikutnya menyebabkan sistem dorong berarah E-W, lipatan sedimen, dan menciptakan sinergi Ketungau, Silat, dan Melawi, serta antiklin Sintang.

Basis Ketungau dan Cekungan Melawi tidak terbuka, meskipun ada suksesi tebal urutan batupasir arenit litika yang terdiri dari batupasir, lanau, dan batulumpur. Suksesi sedimen yang tebal adalah hasil dari penurunan muka sungai sebagai respons pengisian sedimen di batas antara zona linier granit dan sekis di bagian utara (Tinggi Semitau), dan dasar lempeng benua di bagian selatan. (Zona Gunung Schwaner).

Pengisian sedimen di Cekungan Ketungau-Melawi dominan dari batuan yang terkikis dari orogen yang lebih tua di Pulau Kalimantan. Sebagian kecil dari pasokan sedasi mungkin juga berasal dari tanah Indocina (Halls and Nichols, 2002). Tingginya tingkat pasokan sedimen detrital klastik di cekungan ini telah menekan pengembangan produktif bentat karbonat, oleh karena itu tidak ada sedimen karbonat yang berkembang dengan baik.

Fase sedimen Cekungan Ketungau terjadi selama Eosen hingga Oligosen, dengan pengendapan unit konglomerat fluvial secara bertahap berubah menjadi lacustrine dan unit sedimen laut dangkal dari Formasi Kantu. Formasi Kantu secara selaras ditindih oleh unit klastik fluvial dari Formasi Tutoop dan simpanan fluvio-laut Formasi Ketungau. Suksesi stratigrafi dalam pengembangan awal Cekungan Melawi memiliki karakteristik yang sama dan distribusi litologis dengan Cekungan Ketungau. Formasi tersebut diendapkan di atas sedimen basal Pra-Tersier Formasi Selangkai. The Haloq Formation, sedimen tertua yang tersimpan di cekungan, dianggap sebagai ekivalensi dari Ketungau Bawah. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa fluvial dan unit konglomerat, yang diendapkan pada Eo¬cene Atas. Formasi Ingar yang secara tidak selaras menutupi Formasi Haloq, terdiri dari batu lumpur, lumpur, dan batupasir bergantian dari endapan lacustrine. Formasi Dangkan, yang dianggap setara dengan batu pasir Tutoop, diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Ingar. Itu diikuti oleh Silat Shale, dianggap setara dengan Formasi Ketungau, yang diendapkan selama Oligosen. Ketika endapan sedimen di Cekungan Ketungau telah berakhir, endapan di Cekungan Melawi masih terjadi di mana unit fluvial dari Formasi Payak, Tebidah, dan Sekayam diendapkan.

Peta Geologi Cekungan Ketungau-Melawai

Deskripsi Formasi Ketungau dan Silat
Secara keseluruhan paket, Formasi Ketungau adalah 900 m tebal, terdiri dari batulempung, serpih, lanau, batupasir halus, dan batubara tipis di bagian atas. Lapisan batulempung biasanya mengandung lendir atau pasir halus dan fosil moluska Gastropoda dan Bivalvia. Ichnofossils dari Planolites, Thalassinoides, dan Ophiomorpha kadang-kadang ditemukan di beberapa lapisan. Batu pasir biasanya berbentuk mikro dan mengandung pirit framboidal sebagai indikasi pengaruh laut. Lapisan serpihan bersisik, kaya akan bahan organik, dan mengandung fosil moluska Gastropoda dan Bivalvia, yang beberapa di antaranya dalam bentuk remaja. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah fluvio-laut, dengan interval sedimen laut dangkal muncul secara berkala.

Perbandingan stratigrafi antara Cekungan Ketungau dan Cekungan Melawi, dan Lembah Lupar-Serawak

Formasi Silat terdiri dari 1000 sedimen tebal, didominasi oleh batupasir karbon hitam, serpih, serpihan serpih, batulanau kecil berwarna gelap, batupasir berbutir halus hingga sedang, dan kadang-kadang lapisan batubara tipis. Di beberapa tempat, ada juga banyak lapisan Gastropoda, Pelecypod, dan sisa-sisa tanaman. Lingkungan pengendapan serpihan Silat adalah fluvio-laut untuk dibuka.


Referensi:

  • Hall, R., 1996. Reconstructing Cenozoic SE Asia: In: Hall R. and Blundell D., (eds.) Tectonic evolution of Southeast Asia. Geological Society of London, p. 153-184
  • Hall, R. and Nichols, G., 2002. Cenozoic Sedimentation and Tectonics in Borneo : Climatic Influences on Orogenesis. In: Jones, S.J. and Frostick, L. (eds.), 2002 Sedimen Flux to Basins : Causes, Controls, and Consequences, The Geological Society of London, Special Publication.
  • Heryanto, R. Williams, P.R., Harahap, B.H., and Pieters, P.E., 1993a. Peta Geologi Lembar Putussibau, Kalimantan, Skala 1: 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
  • Heryanto, R., Williams P.R., Harahap B.H., Pieters P.E., 1993b. Peta Geologi Lembar Sintang, Kalimantan skala 1 : 250.00. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
  • L. D. Santy and H. Panggabean, 2013, The Potential of Ketungau and Silat Shales in Ketungau and Melawi Basins, West Kalimantan: For Oil Shale and Shale Gas Exploration, Indonesian Journal of Geology, Vol. 8 No. 1
  • Pieters, P.E., D.S. Trails, and Supriatna S., 1987. Correlation of Early Tertiary Rocks Across Kalimantan. Proceedings of Sixteenth Annual Convention of Indonesian Petroleum Association,16, p.291-306.
  • Williams, P. R., Supriatna, S., Trail, DS., and Heryanto, R., 1984. Tertiary Basin of West Kalimantan, Associated Igneous Activity and Structural Setting. Indonesian Petroleum Association 13th Annual Convention Proceed­ings, p.151-160.


Senin, 15 April 2019

IHTISAR CEKUNGAN FORMASI SEDIMEN DI INDONESIA TENGAH & TIMUR


IHTISAR CEKUNGAN FORMASI SEDIMEN
DI INDONESIA TENGAH & TIMUR


CEKUNGAN DI INDONESIA TENGAH

            Cekungan di Indonesia Tengah berhubungan dengan Fragmen Benua yang disebut dengan Micro Continent  yang berinteraksi dengan kerak Samudra sekelilingnya sepanjang sesar geser. Tumbukan yang mengakibatkan sesar sungkup dan imbrikasi serta terjadinya subduksi dan obduksi yang komplek, sehingga melibatkan ophiolite.

SULAWESI
·     Cekungan Sulawesi Selatan (Kalosi Block)
Cekungan berada di atas kerak Benua Asia, Fragmen Sulawesi Selatan ini memisahkan diri dari Kalimantan. Cekungan dalam hal ini dapat dibagi atas: Cekungan Paleogen (sebagai Rift basin) dan Cekungan Neogen. Istilah cekungan dalan hal ini lebih ke Cekungan Struktur dibanding cekungan sedimenter. Cekungan sedimennya mneliputi seluruh Sulawesi Selatan, dalam hal ini termasuk lepaspantai di selat Makasar.

A.   Cekungan Malawa (Depressi Malanae)

B.   Cekungan Spermonde (Sulawesi Selatan, merupakan Carbonate shelf)

C.   Cekungan Sengkang (lingkungan Karbonat) East Sengkang Basin dipisahkan oleh sesar Walanae dari West Sengkang Basin lingkungan karbonat

D.   Kalosi-Mamuju; merupakan jalur lipatan Sesar sungkup (thrustbelt, seperti duplex)

E.   Cekungan Lariang
  Perkembangan Tektonik Indonesia Tengah ini erat hubungannya dengan  tabrakan antara Australian Microcontinent;  Banggai dan Buton dengan Asian Microcontinent; Sulawesi Selatan. Tabrakan ini membentuk  subduksi di bawah Sulawesi Selatan dan menghasilkan Gunung Api Miosen-Pleistosen (Magmatik arc).
           
  Cekungan Malawa merupakan Paleogen Rift basin,  endapan batubara di daerah itu sebagai endapan Syn-Rift termasuk Formasi Malawa (Toraja Fm) yang berumur Eosen. Selanjutnya ditutupi endapan batugamping Tonasa (Makale Fm) berumur Oligosen yang merupakan endapan transgresi.

F.   Cekungan Banggai
(Sula-Sulawesi Timur, disebut juga Tomori Block), merupakan cekungan Forelad basin yang dibawahi oleh Rift-drift Mesozoikum dan Banggai-Sula (Platform), yang relatif stabil dan suatu kompleks tumbukan (Foreland thrust / Collision Complex) disebelah baratnya.Urutan stratigrafinya khas Benua Australia, mengingat Banggai-Sula merupakan micro continent bagian dari Benua Australia.  Cekungan Banggai merupakan belahan dari Cekungan Salawati yang telah terseret oleh Sesar Sorong yang memisahkannya.
 
G.  Percekungan Buton
Buton merupakan Micro Continent yang telah mengakrasi pada Pulau Muna yang terjadi pada tahap-tahap akhir dari pertumbukan lempeng Australia-Pasific. Sejarah tektonik Buton adalah sangat kompleks yang melahirkan beberapa cekungan struktur. Dua cekungan struktur itu diantaranya :
   The East Buton Basin: memperlihatkan struktur kompresi
The Buton Straits Basin:menghasilkan beberapa Antiklin besar dgn pola en echelon, erat bubungannya dengan pergeseran  gaya lipatan yang sederhananya (Simple fold style).

H.  Busur Banda

 1.   Cekungan Seram
 Cekungan di atas ini berada pada Fragmen Kerak Benua Australia, hal ini nampak pada urutan stratigrafinya, telah mengalami Rifting Transtension dan transpression yang menghasilkan lipatan dan sesar sungkup dalam jalur kompleks sesar geser mengiri (Left lateral strike slip zone). Antara Sesar Sorong di utara dan Sesae Tarera-Aiduna di selatan, pada akhir Pliosen. Aktifitas tektonik terakhir membentuk Young elongate perched thrust foreland basins Wahai Basin dan Bula Basin berumur Pliosen-Pleistosen yang menutupi urutan lapisan-lapisan Mesozoikum.

2. Cekungan Tanimbar
      Daerah percekungan ini meliputi kepulauan Kai dan Tanimbar di bagian timur Busur Banda,  Cekungan ini hasil interaksi tektonik tumbukan dari busur-busur Banda dan tektonik regangan (extensional tectonics) dari palung Aru dan terletak pada Pinggiran Pasif Benua Australia-Paparan Arafuru. Urutan Cekungan Pre-Rift di zaman Paleozoikum, Syn-Rift zaman Jura dan Passive Margin di zaman Kapur serta Drift pada zaman Tersier dapat dikenali di sini. Aktifitas tektonik disini yang terakhir menghasilkan cekungan yang melandai ke arah timur dan dibatasi oleh jalur sesar sungkup lipatan Dalam cekungan ini potensi untuk minyak dan gasbumi sangat kecil. (foldthrust belt) di sebelah barat.

3. Cekungan Timur
      Percekungan Timor merupakan kelanjutan dari Busur Banda, memperlihatkan kesesuaian dengan Cekungan Tanimbar, namun lebih kompleks karena disini kerak benua Australia dengan ujung passive marginnya bertumbukan secara frontal dengan jalur subduksi Busur Banda. Urutan Stratigrafi Australia juga dapat dikenali disini dan nampak dalam sesar sungkup yang sangat kompleks. Kecil sekali diketemukan minyak dan gasbumi disini.

4. Cekungan Nusa Tenggara
      Sulit untuk dapat mengatakan adanya cekungan sedimen di daerah ini, kecuali pada laut dalam di belakang maupun dimuka kepulauan mulai dari Bali sampai Sumba. Busur kepulauan ini merupakan jalur Magmatisme dengan kecil kemungkinan didapatkannya minyak dan gasbumi.


CEKUNGAN DI INDONESIA TIMUR

1.   Cekungan di Perisai Sahul
Cekungan di Perisai Sahul (di atas Kerak Benua Australia). Stratigrafi Cekungan ini ditandai adanya Ketidakselarasan antara Cekungan Pre-Rift (Paleozoikum), Syn-Rift (Jura Awal), Passive margin (Jura Akhir-Kapur Akhir) dan Continent-arc Collision related  Fore-land Basins dan Strike-Slip related Basins.

2.   Bagian utama Irian Jaya
Merupakan Pinggiran Benua Australia yang sejak Trias bergerak ke utara dan ini sebenarnya merupakan Passive margin, dengan lempeng Samudra di depannya membentuk subduksi terhadap lempeng Pasific. Pada saat jalur subduksi yang terus menerus mengkomsumsi Lempeng Samudra Australia bertumbukan dengan kerak benua Australia pada Awal Tersier.
     
Mengakibatkan Lempeng Samudra Pasific tertekukkan ke atas dan menghasilkan Obduksi, sedang lapisan-lapisan Paleozoic-Mesozoic serta lapisan Tersier terlipat kuat membentuk sesar naik dan sungkup ke arah selatan  yang sering disebut dengan Papua Foldthrust Belt, Sementara Foreland-basins terbentuk didepan Paparan Australia, Hinterland basin dibelakang Pegunungan lipatan tersebut. Lapisan sedimen yang terlipat ketat karena pertumbukan Collision ini disebut Suture. Masalah di sini makin dipersulit  dengan adanya sesar geser di jalur Pegunungan tersebut.

A.    Suture related basins
       Cekungan Akimeugah (Foreland basins). Di selatan Irian Jaya
       Cekungan Mamberano (Foredeep basin). Di utara Irian Jaya
      Cekungan di Paparan Australia Utara (Timor Gap), merupakan cekungan Rift basin   dan Passive margin pada Pra-Tersier

B.     Strike-slip related basin
        Cekungan Salawati
Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai.
        Cekungan Bintuni
Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier menghasilkan Gas, bukan merupakan bessement, Gas ditemukan pada batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini diduga terbentuk  karena sesar geser yang menghasilkan Transpressional struktur sesar sungkup dari Jakur Lengguru pada penampang berbentuk asimetri.
      Cekungan-cekungan yang terbentuk karena pengaruh Sesar Geser Sorong (Sorong Fault Zone), berbentuk Half Graben, Cekungan Banggai merupakan belahan dari cekungan Salawati yang telah ditransport beberapa ribu Km, ke arah Barat pada zaman Tersier. Urutan Pre-Rift, Syn-Rift dan Passive-margin, serta terakhir Drift dapat dikenali pada kedua cekungan ini. Transpressional pada akhir Tersier telah menghasilkan ribuan meter sedimen klastik yang berpotensi untuk minyak dan Gasbumi


Referensi:
·         google.com
·         Wikipedia.com
·         http://jus-jusri.blogspot.com


Rabu, 03 April 2019

CEKUNGAN FORMASI SEDIMEN SUMATRA TENGAH


CEKUNGAN FORMASI SEDIMEN SUMATRA TENGAH

Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.

Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara.

 Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini

Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

Lokasi Cekungan Sumatra tengah dan batas-batasnya

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).

Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.

Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier, pengaruh struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.

Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
  1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.
  2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
  3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
  4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi  Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
  5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
  6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Stratigrafi Regional
Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.

Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).

 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
 
Rift (Siklis Pematang)
Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.

Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan  Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya  menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
a)         Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi

b)         Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.

Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah. Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan  yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.

c)         Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter.

d)         Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai 600 m.

e)         Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.
         
Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.

Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.

(Siklis Sihapas - transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
a)         Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided stream.

Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.

b)         Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m.

c)         Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.

d)        Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.

(Formasi Telisa - transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.

Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.

(Formasi Petani - regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan semakin meningkat.

Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat. 

Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.

INVERSI
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.


Referensi:  
  • Moulds, P.J., 1989, Development Of The Bengkalis Depression, Central Sumatra and Ins Subsequent Deformation – A Model for Other Sumatran Grabens, Proceedings Indonesian Petroleum Association – Eighteenth Annual Convention vol.1, Jakarta.
  • Shaw, J.H., Hook, S.C. dan Sitohang E.P., 1999, Extensional Fault-Bend Folding and Synrift Deposition: An Example from the Central Sumatra Basin, Indonesia, AAPG Bulletin, V. 81, No. 3 - Online presentation.
  • http://www.searchanddiscovery.net/documents/Indonesia
  • Wain, A.S. dan Jackson, B.A., 1995, New Pematang Depocentres on The Kampar Uplift, Central Sumatra, Proceedings Indonesian Petroleum Association – Twenty Fourth Annual Convention vol.1, Jakarta.
  • Wibowo, R.A., 1995, Pemodelan Termal Sub-Cekungan Aman Utara Sumatra Tengah, Bidang Studi Ilmu Kebumian – Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, Unpublished.